Minggu, 22 April 2018

Jangan Nodai Hardiknas!




Sungguh mengherankan Negeri ini. Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada tanggal 2 mei 2018 mendatang, masyarakat diajak nonton bareng (nobar) film "Dilan" dan "Yowis Ben". Ditambah lagi penyelenggaranya adalah lembaga pemerintahan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).


Mau dibawa kemana pendidikan bangsa Indonesia? Jika suguhannya film-film bad character  yang perilaku para tokohnya tidak mencerminkan hasil dari pendidikan berkarakter kuat dan cerdas. Sehingga bertolak belakang dari makna pendidikan itu sendiri. Yakni, perjuangan mencerdaskan anak bangsa.


Tidak ada teladan positif dalam film tersebut. Bahkan di dalamnya ada adegan dan percakapan yang kurang pantas untuk dipertontonkan. Hal itu yang justru ditiru dan dijadikan lelucon publik. Ini sama saja memberikan contoh buruk kepada generasi muda. Contoh yang jauh dari semangat juang pendidikan. Jadi, jangan heran jika nanti muncul 'dilan-dilan' lainnya dalam kehidupan nyata di lingkungan sekolah.


Rasanya tidak pantas Kemdikbud menggelar nobar film tersebut dalam peringatan Hardiknas. Meski tujuannya agar masyarakat lebih mengapresiasi film nasional. Namun, konten dalam film itu sangat kontras dengan tema Hardiknas 2018, "Menguatkan Pendidikan dan Memajukan Budaya".


Lagi pula kenapa yang dipilih film "Dilan" dan "Yowis Ben"? Apa tidak ada film nasional lainnya yang layak untuk diputar? Harusnya film-film bertemakan kepahlawanan dan pendidikan yang disuguhkan dalam acara nobar tersebut. Agar tumbuh semangat juang dalam diri pemuda Indonesia.


Wajar saja, jika IG Kemdikbud dipenuhi saran dan kritik dari para nitizen setelah mengunggah flyer pengumuman nobar Hardiknas. Akhirnya flyer tersebut dihapus dan diganti dengan flyer yang baru. Meski film "Dilan" sudah diturunkan, namun film "Yowis Ben" tetap nangkring disitu. Sehingga masih saja menyisakan image bad character  pada film tersebut.



Harusnya Kemdikbud menyesuaikan rangkaian acara peringatan Hardiknas dengan tema yang diusung. Termasuk acara nobar. Sehingga jangan hanya berpatok pada larisnya film saja, lalu dianggap pantas untuk ditampilkan pada hari yang bersejarah tersebut.




*Irlind

Maut Tinggal Serumah (Bag.1)




Kisah tentang Fulanah yang gelisah dalam kesendiriannya. Ia menangis meski tanpa air mata. Khawatir godaan yang membuatnya tidak sanggup untuk bertahan. Akan tetapi, ia mencoba kuat dan memohon pertolongan Allah.


Bermula dari kakak perempuannya yang menikah, namun belum pisah rumah. Fulanah harus maklum dan membiasakan diri dengan lelaki asing, kakak iparnya. Sejak itu, perasaannya menjadi tidak nyaman tinggal di rumah yang telah ia tempati hampir tiga puluh tahun lamanya.


Aneh rasanya harus selalu memakai jilbab di dalam rumah sendiri. Ghadhul bashar  (menundukkan pandangan) menjadi hal yang harus dilakukan setiap bertatapan dengan kakak iparnya.


Satu-satunya tempat tersisa adalah kamar tidurnya yang tidak begitu luas. Itu pun harus tetap waspada karena tutup kamar hanya kain korden yang mudah tersibak.


Bebannya bertambah berat. Jodohnya tidak kunjung datang dan keluarga kakaknya tidak juga meninggalkan rumah itu, serta pelecehan seksual yang ia alami.


Kakak ipar yang semula ia hormati, ternyata menjadi musang berbulu domba yang mulai berani menggoda dirinya. Baik sekedar kata-kata nakal, tatapan mata ke seluruh tubuhnya, hingga rabaan dan sergapan memalukan. Semua itu dilakukan kakak ipar setiap ada kesempatan. Disaat rumah sepi atau ketika mereka berdua kebetulan berpapasan di dalam rumah.


Fulanah sudah mencoba membicarakan masalah ini dengan keluarganya. Namun, sia-sia. Selain tidak percaya, mereka malah menuduhnya mengarang cerita dan mencemarkan nama baik kakak ipar.


Kakak ipar memang selalu tampak manis di depan anggota keluarga lainnya. Kehadirannya dianggap seperti keluarga sendiri sehingga menyulitkan posisi fulanah.
Usianya yang hampir tiga puluh tahun, malah kerap mereka jadikan alasan kecurigaan, bahwa fulanah yang mencari perkara dengan kakak ipar.


Sebagai muslimah yang tahu batas-batas agama, ia tetap punya harga diri yang harus dijaga. Tapi, kakak iparnya tetaplah laki-laki biasa yang bisa saja khilaf. Apalagi jika sedang 'ingin'.


Sebenarnya fulanah ingin meninggalkan rumah itu dan indekos. Namun...


Bersambung...


Sumber:
Asmoro, Tri. 2011. Amanah di Pundak Ayah. Solo: Arafah

Proyekku: Anak-Anakku




حينما أتكاسل عن أداء النوافل أتذكر أبنائي ومصائب الدنيا!! وأتأمل قوله تعالے: [وكان أبوهما صالحا] فأرحمهم وأجتهد
-تفكير مُخلص-

Ketika aku malas mengerjakan amalan nawaafil, aku teringat anak-anakku dan musibah dunia yg menanti. Lalu aku teringat firman Allah di surat Al-Kahfi, "Dahulu ayah dari kedua anak itu adalah orang shalih," lalu karena kasih sayangku pada mereka aku pun bersungguh-sungguh 'tuk beribadah.

مشروعك الناجح هو (أولادك)، ولنجاح هذا المشروع، اتبع ماأخبرنا به الصحابي الجليل "عبدالله بن مسعود" عندما كان يصلي في الليل وابنه الصغير نائم فينظر إليه قائلاً:
من أجلك يا بني، ويتلو وهو يبكي قوله تعالى:
"وكان أبوهما صالحاً".

Proyekmu yang berhasil adalah "anak-anakmu". Untuk menyukseskan proyek ini, mari ikuti pesan sahabat Abdullah bin Mas'ud ra.


Sahabat mulia ini ketika shalat malam dia melihat anaknya yang masih kecil sedang tidur. Lalu dia bergumam, "Untukmu wahai buah hatiku", lalu dia shalat sambil menangis mentadabburi firman Allah: "Wa Kaana Abuuhuma Shaalihaa" (dan dahulu ayah dari kedua anak itu adalah orang yang shalih) (QS. Al-Kahfi).


نعم إن هذه هي الوصفة السحرية لصلاح أبنائنا، فإذا كان الوالد قدوة وصالحاً وعلاقته بالله قوية، حفظ الله له أبناءه بل وأبناء أبنائه، فهذه وصفة سحرية و(معادلة ربانية).


Ya. Inilah resep yang baik untuk masa depan anak-anak kita. Ketika sang ayah menjadi qudwah, shalih, dan dekat 'alaqahnya kepada Allah, maka Allah akan menjaga anak anaknya, bahkan keturunannya, ini adalah resep yang bagus dan (Skenario Rabbaniyyah).


كما أنه في قصة سورة الكهف حفظ الله الكنز للوالدين بصلاح جدهما السابع.

Sebagaimana di kisah surat Al-Kahfi, Allah menjaga harta untuk kedua anak yatim yang merupakan peninggalan kakek mereka yang ketujuh di atasnya.


 ويحضرني في سياق هذا الحديث أني كنت مرة مع صديق عزيز عليَّ-ذو منصب رفيع بالكويت ويعمل في عدة لجان حكومية- ومع ذلك كان يقتطع من وقته يومياً ساعات للعمل الخيري
فقلت له يوماً: "لماذا لاتركز نشاطك في عملك الحكومي وأنت ذو منصب رفيع"؟!
فنظر إليَّ وقال: "أريد أن أبوح لك بسر في نفسي، إن لديَّ أكثر من ستة أولاد وأكثرهم ذكور، وأخاف عليهم من الانحراف، وأنا مقصر في تربيتهم، ولكني رأيت من نعم الله عليّ أني كلما أعطيت ربي من وقتي أكثر كلما صلح أبنائي".


Aku teringat ungkapan temanku, teman yang dekat bagiku, yang bekerja di kerajaan Kuwait dan memiliki jabatan yang tinggi.


Aku melihatnya menyisihkan waktunya beberapa jam dalam sehari khusus untuk melakukan amal kebaikan (amal sosial).


Aku bertanya kepadanya, "Kenapa engkau tidak fokus saja bekerja dalam posisi jabatan pemerintahanmu, dan engkau memiliki jabatan yang tinggi??!!"


Dia memandangku lalu menjawab, "Aku ingin membocorkan satu rahasia yang ada dalam diriku padamu. Aku memiliki putra lebih dari 6 orang dan mereka semuanya laki-laki. Aku takut mereka terjerumus pada kehidupan yang salah (inhiroof). Sedang aku (dalam kesibukanku) Muqasshir (tidak optimal) dalam mendidik mereka. Dan aku melihat dan membuktikan nikmat Allah padaku, semakin banyak aku memberikan waktuku untuk Rabbku, semakin baik pula keadaan anak-anakku".


- اخترتها لك لأني أحب لك ما أحب لنفسي... أسعدك الله في الدنيا والآخرة وجعلك ووالديك ومن تحب من عتقائه من النار.


Aku menceritakan ini padamu karena aku mencintai untukmu apa yang aku cintai untuk diriku sendiri. Semoga Allah memberikan kebahagiaan untukmu di dunia dan di akhirat, dan menjadikanmu dan kedua orangtuamu dan orang-orang yang engkau cintai terbebas dan dijauhkan dari api neraka.


اللهم إني نويت هذه الرسالة صدقة لأبنائي فاحفظهم من الانحراف ومن الشرور كلها.
أعيدوا إرسالها إلى أحبائكم بنية الصدقه ﻷبنائكم.


Ya Allah, aku berniat risalah singkat ini sebagai sedekah untuk anak-anakku agar terjaga dari inhiroof (salah pergaulan) dan dari kejahatan seluruhnya.


أرسلوها للآباء والأمهات



*DR. Nabil Al-Awadhy