Minggu, 22 April 2018

Maut Tinggal Serumah (Bag.1)




Kisah tentang Fulanah yang gelisah dalam kesendiriannya. Ia menangis meski tanpa air mata. Khawatir godaan yang membuatnya tidak sanggup untuk bertahan. Akan tetapi, ia mencoba kuat dan memohon pertolongan Allah.


Bermula dari kakak perempuannya yang menikah, namun belum pisah rumah. Fulanah harus maklum dan membiasakan diri dengan lelaki asing, kakak iparnya. Sejak itu, perasaannya menjadi tidak nyaman tinggal di rumah yang telah ia tempati hampir tiga puluh tahun lamanya.


Aneh rasanya harus selalu memakai jilbab di dalam rumah sendiri. Ghadhul bashar  (menundukkan pandangan) menjadi hal yang harus dilakukan setiap bertatapan dengan kakak iparnya.


Satu-satunya tempat tersisa adalah kamar tidurnya yang tidak begitu luas. Itu pun harus tetap waspada karena tutup kamar hanya kain korden yang mudah tersibak.


Bebannya bertambah berat. Jodohnya tidak kunjung datang dan keluarga kakaknya tidak juga meninggalkan rumah itu, serta pelecehan seksual yang ia alami.


Kakak ipar yang semula ia hormati, ternyata menjadi musang berbulu domba yang mulai berani menggoda dirinya. Baik sekedar kata-kata nakal, tatapan mata ke seluruh tubuhnya, hingga rabaan dan sergapan memalukan. Semua itu dilakukan kakak ipar setiap ada kesempatan. Disaat rumah sepi atau ketika mereka berdua kebetulan berpapasan di dalam rumah.


Fulanah sudah mencoba membicarakan masalah ini dengan keluarganya. Namun, sia-sia. Selain tidak percaya, mereka malah menuduhnya mengarang cerita dan mencemarkan nama baik kakak ipar.


Kakak ipar memang selalu tampak manis di depan anggota keluarga lainnya. Kehadirannya dianggap seperti keluarga sendiri sehingga menyulitkan posisi fulanah.
Usianya yang hampir tiga puluh tahun, malah kerap mereka jadikan alasan kecurigaan, bahwa fulanah yang mencari perkara dengan kakak ipar.


Sebagai muslimah yang tahu batas-batas agama, ia tetap punya harga diri yang harus dijaga. Tapi, kakak iparnya tetaplah laki-laki biasa yang bisa saja khilaf. Apalagi jika sedang 'ingin'.


Sebenarnya fulanah ingin meninggalkan rumah itu dan indekos. Namun...


Bersambung...


Sumber:
Asmoro, Tri. 2011. Amanah di Pundak Ayah. Solo: Arafah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar