Selasa, 20 Februari 2018

Urgensi Tarbiyah Diri Istri Muqimuddien



Seorang multazimah merupakan seseorang yang mengazzamkan dirinya masuk ke dalam barisan muqimuddien. Semestinya ia menjadi pioner dalam penerimaan syariat.


Bagaimana mungkin seorang istri yang notabene istri mujahid mampu menopang aktivitas suaminya dalam iqamatuddien, jika belum bisa menerima syariat secara totalitas? Dan bagaimana mungkin seorang istri akan menjadi al madrasatul ula yang akan melahirkan generasi militan, jika ia masih belum konsisten dalam menerima syariat?


Tidak bisa dipungkiri bahwa seorang istri menjadi motor tarbiyah bagi anak-anaknya di dalam lingkup keluarga. Hal ini dikarenakan waktu interaksi dengan anak-anak yang lebih banyak daripada suami.


Kegagalan seorang istri dalam mentarbiyah diri identik dengan kegagalan tarbiyah anak-anaknya. Kemalasannya dalam mentarbiyah diri sama saja dengan mempersiapkan kejahilan untuk anak-anaknya. Padahal anaklah yang diharapkan mengambil tongkat estafet perjuangan dari tangan orang tuanya.


Tarbiyah diri sangat erat kaitannya dengan penerimaan syariat pada diri seseorang. Hubungannya berbanding lurus. Makin intens seseorang mentarbiyah dirinya, maka makin tunduk dan besar penerimaannya terhadap syariat Islam. Dan sebaliknya, makin malas seseorang mentarbiyah dirinya, maka makin tidak respek terhadap syariat.


Iman menjadi kunci dasar ketundukan seseorang dalam menerima syariat. Sudah suatu kepastian bahwa iman dapat naik dan turun. Maka tarbiyah diri adalah sebuah keniscayaan. Iman tidak akan tumbuh dengan sendirinya, tapi harus di usahakan.


Al-Iman Abdurrahman bin Amr Al-Auza'i rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan, apakah bisa bertambah? Beliau menjawab, "Betul (bertambah), sampai seperti gunung." Lalu beliau ditanya lagi, "Apakah bisa berkurang?" Beliau menjawab, Ya, sampai tidak tersisa sedikit pun."


Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits yang menggambarkan bagaiman kesungguhan para sahabat rasulullah dalam menerima syariat Islam. Yaitu saat-saat setelah turunnya ayat perintah menutup aurat bagi muslimah. Surat An-Nuur ayat 31.


 'Aisyah radhiallahu 'anha berkata, "Ketika turun ayat ‘....dan hendaklah mereka menutupkan  ,"khumur" –jilbab–nya ke dada mereka...'. Maka para wanita segera mengambil kain sarung, kemudian merobek sisinya dan memakainya sebagai jilbab." (HR Al-Bukhari)


Kisah berikutnya, ketika turun ayat tentang pengharaman khamr. Pada awal kedatangan Islam, khamr masih belum diharamkan. Siapa pun dapat meminumnya tanpa dosa.


Namun, setelah turun surah Al-Maidah ayat 90-91 yang menerangkan tentang pengharaman khamr secara total, mereka para sahabat tidak hanya berhenti dari meminum khamr.  Tapi juga menumpahkannya ke jalanan sebagai tanda benci terhadap apa yang diharamkan Allah atas dirinya.


Dua penggalan kisah diatas merupakan sebagian kecil contoh dari sikap para sahabat terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya.


Kita dapat melihat bagaimana semangat mereka dalam menaati perintah Allah. Tidak ada di antara mereka yang mempertanyakan, memperselisihkan, dan mempertimbangkan untung ruginya.


Bahkan mereka menjalankan perintah yang datang tersebut dengan segera dengan mengerahkan segala upaya yang mereka miliki pada saat tersebut.


Firman Allah Ta'ala:
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan rasul, apabila rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." (Al- Anfal: 24)


Semoga kita diberi taufiq dan kekuatan untuk mentarbiyah diri ditengah padatnya rutinitas harian mengurus anak dan rumah tangga. Awal dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang beriman.


Meskipun perjalanannya tak sepi dari rintangan dan hambatan, namun manisnya iman menyuburkan cinta kepada kebaikan dan tak rela jika anak cucu kita jauh dari ke imanan.



*irlind


Sumber:
Risalah Keluarga. Edisi 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar